SEJARAH MARTIN
BUBER
1. Riwayat Hidup
Martin Buber
adalah seorang filsuf Yahudi kelahiran Austria, Wina pada 8 Februari 1878 dan terkenal dengan filsafat dialogisnya. Saat
berusia
3 tahun, orang tuanya bercerai sehingga ia
kemudian tinggal bersama kakek neneknya
di Lemberg (Galicia), Polandia.
Kakeknya, Solomon Buber adalah
seorang sarjana Ibrani yang menulis beberapa tinjauan kritis terhadap Midrash (tafsiran Yahudi
terhadap Alkitab). ). Ia menyelesaikan studi
di Polish Gymnasium (1896)
pada usia 17 tahun kemudian masuk ke Universitas Wina untuk belajar filsafat dan sejarah seni. Dari Wina, ia melanjutkan studinya ke
Universitas Berlin, Leipzig dan Zurich. Ketika di Leipzig (1898), ia terlibat
dalam gerakan Zionisme yang dipimpin oleh Theodor Herzl. Tahun berikutnya, ia menjadi salah seorang
editor Die Welt (Dunia), majalah kaum zionis pada zaman itu. Di sini ia bertemu dengan Paula Winkler,
salah satu penulis Die Welt, seorang Katolik yang menjadi penganut Yahudi yang
kemudian menjadi istrinya. Pada tahun
1904, ia keluar dari Zionisme. Kemudian ia mempelajari Hasidisme secara
intensif dan memutuskan untuk mundur dari segala aktivitasnya menulis dan
mengajar selama 5 tahun. Dari tahun 1916 hingga 1924, ia menjadi editor Der Jude,
majalah yang menekankan pembangunan rohani dan budaya umat Yahudi. Tahun 1920,
bersama Franz Rosenzweig dan Ernst Simon, ia mendirikan Freies Jüdisches
Lehrhaus (Free Jewish Academy), sebuah akademi yang mengajarkan tradisi Yahudi
kepada orang-orang Yahudi di Eropa. Tahun 1925 ia dan Rosenzweig membuat
terjemahan Alkitab PL (Perjanjian Lama) dalam bahasa Jerman dan baru selesai
pada tahun 1961. Martin Buber
meninggal pada tanggal 13 Juni 1965.
2.
Karya-Karya
Martin Buber telah menghasilkan banyak buku seperti The
Tale of Rabbi Nachman (1906), The Legend of the Baal-Shem (1908), The Great
Maggid (1922), The Hidden Light
(1924), Tales of the Hasidim (1928), Gog and Magog (1940), Teaching of the Prophets (1942), Pointing The Way (1954) dan karya
besarnya, Moses (1944). Bukunya yang sangat terkenal, I and
Thou (1923)
adalah ekspresi puitis yang hebat tentang Filsafat Dialog ini, dan merupakan
sebuah eksistensialisme religius yang berpusat pada perbedaan antara dua jenis
relasi, yakni: relasi langsung/mutual dan
relasi tak langsung/utilitarian. Relasi langsung dan mutual adalah I-Thou relationship (dialogue) dimana setiap
orang menerima orang lain sebagai sebuah nilai yang unik. Sedangkan relasi tak
langsung atau utilitarian adalah I-it relationship (monologue)
dimana setiap orang tahu dan menggunakan orang lain tapi tidak dapat melihat
dan menilainya sendiri. Dengan membedakan dialog dan monolog dengan agama,
Buber menegaskan bahwa agama berarti berbicara dengan Allah, bukan bicara
tentang Allah. Esensi Judaisme biblis, menurut Buber, bukannya monoteisme
melainkan dialog antara manusia dan Allah.
3.
Ajaran Tentang Manusia
Menurut Buber
manusia
mempunyai dua relasiyang fundamental berbeda: disatu pihak relasi dengan benda-benda
dan di lain pihak
relasi dengan sesama manusia dan Allah. Relasi yang pertama di sebut ich-as (I-It) dan relasi yang kedua disebut Ich-Du (I-Thou). Dalam
bahasa Indonesia yang berarti Aku-Itu dan Aku-Engkau. Buber mengatakan bahwa
karena dua relasi ini “Aku” sendiri bersifat dwi-ganda, sebap “Aku” yang
berhubungan dengan”Itu” berlainan dengan “Aku” yang berhubungan dengan
“Engkau”. Tetapi biarpun relasi-relasi bisa berbeda, namun “Aku” tidak pernah
tanpa relasi: “Aku” tidak pernah merupakan suatu “Aku” yang terisoli. There is noI as such but only the I of the
basic word I-You and the I of the basic word I-It.
Relasi Aku-Itu menandai dunia dari
Erfahrung, kata Buber berarti dunia di masa saya menggunakan benda-benda ,
menyusun benda-benda, memperalat benda-benda.dunia ini di tandai
kesewenang-wenangan. Semuanya dalam dunia ini di atur menurut kategori-kategori
seperti misalnya milik dan penguasaan.
Relasi Aku-Engkau menandai dunia dari
Beziehung, berarti dunia di mana aku yang menyapa engkau dan engkau yang
menyapa aku, sehingga terjadi dialog yang sejati. Dalam dunia ini Aku tidak
menggunakan Engkau, tetapi Aku menjumpai Engkau. Perjumpaan merupakan salah
satu kategori-ketegori cinta dan kebebasan.
Tentu saja, selalu mungkin bahwa
Engkau di perlakukan sebagai Itu. Kalau begitu angkau bagi Aku tidak lagi
sesama manusia melainkan suatu benda: objek yang dapat saya gunakan atau yang
tidak boleh menggangu kesengan saya. Dalam situasi semacam itu saya merasa
sepi, seperti orang lain meraskan hal yang sama. Tetapi sebenarnya situasi itu
tidak dapat di benarkan, sebap Aku menjadi Aku karena Engkau. I require a you to become ; becoming I, I
say you. Tetapi buber mengatakan juga engkau tidak mungkin didapatkan
dengan mencari. Engkau tampil bagi saya sebagai suatu rahmat.
.
Relasi Aku-Engkau memuncak dalam relasi Aku dengan
Allah sebagai Engkau yang abadi. Extendet,
the lines of relationships intersect in the eternal you. Melawan tendensi
mistik yang ingin meleburkan pribadi manusia ke dalam Allah, buber menekankan bahwa
pada taraf religius sungguh-sungguh terdapat relasi Aku-Engkau yang
mengherankan ialah bahwa manusia sebagi Aku sanggup mengadakan hubungan dengan
Engkau yang absolut, allah adalah Engkau yang tidak mungkin dijadikan Itu. Ia
tidak dapat didefinisikan atau dilukiskan. Manusia hanya dapat mengenal allah
dalam ketaatan dan kepercayaan. Manusia dapat membenci Allah atau mengutuk Dia atau
berbalik dari padanya kalu penderitaan sudah tidak tertahan lagi. Tetapi dia
tidak dapat membuat Allah menjadi suatu benda
suatu objek diantara objek-objek. Dalam sejarah nama Allah sering salah
digunakan dalam kejahatan. Juga dalam teologi tidak jarang diberi kesan-kesan
seakan Allah dapat dilakukan sebagai objek (Allah yang dijadikan suatu
“kebenaran” umpamanya). Tetapi Allah tetap tinggal “Engkau yang abadi”. The eternal you is you by its very nature,
only our nature forces us to draw it into the it-word and speech. Ajaran
filosofi buber di bidang lain juga sangat di pengaruhi oleh pembedaan yang
fundamental antara Aku-Engkau dan Aku-Itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar